Kejahatan korporasi (corporate crime) merupakan salah satu wacana yang timbul dengan semakin
majunya kegiatan perekenomian dan teknologi. Corporate crime bukanlah barang
baru, melainkan barang lama yang senantiasa berganti kemasan. Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa
perkembangan zaman serta kemajuan peradaban dan teknologi turut disertai dengan
perkembangan tindak kejahatan berserta kompleksitasnya. Di sisi lain, ketentuan Hukum Pidana yang
berlaku di Indonesia belum dapat menjangkaunya dan senantiasa ketinggalan untuk
merumuskannya. Salah satu contohnya adalah Tindak Pidana Pencucian Uang (money
laundering) yang baru dikriminalisasi secara resmi pada tahun 2002. Contoh lain adalah kejahatan dunia maya atau
cyber crime yang sampai dengan saat ini pengaturannya masih mengundang tanda
tanya. Akibatnya, banyak bermunculan
tindakan-tindakan atau kasus-kasus illegal, namun tidak dapat dikategorikan
sebagai crime.
Black’s Law Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi atau
corporate crime adalah any criminal offense committed by and hence chargeable
to a corporation because of activities of its officers or employees (e.g.,
price fixing, toxic waste dumping), often referred to as “white collar crime.
Kejahatan korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh
dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena
aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga,
pembuangan limbah), sering juga disebut sebagai “kejahatan kerah putih”.
Sally. A. Simpson yang mengutip pendapat John Braithwaite
menyatakan kejahatan korporasi adalah “conduct of a corporation, or employees
acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law“.
Simpson menyatakan bahwa ada tiga ide pokok dari definisi
Braithwaite mengenai kejahatan korporasi.
Pertama, tindakan ilegal dari
korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio-ekonomi
bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan
korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga
pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi.
Kedua, baik korporasi (sebagai
“subyek hukum perorangan “legal persons“) dan perwakilannya termasuk sebagai
pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya,
bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas
pembuktian dan penuntutan.
Ketiga,
motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan
pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan
organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh
norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional.
Kejahatan korporasi mungkin tidak terlalu sering kita sering
dalam pemberitaan-pemberitaan kriminil di media. Aparat penegak hukum, seperti
kepolisian juga pada umumnya lebih sering menindak aksi-aksi kejahatan
konvensional yang secara nyata dan faktual terdapat dalam aktivitas sehari-hari
masyarakat. Ada beberapa beberapa faktor
yang mempengaruhi hal ini. Pertama, kejahatan-kejahatan yang dilaporkan oleh
masyarakat hanyalah kejahatan-kejahatan konvensional. Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas
aparat kepolisian sebagian besar didasarkan atas laporan anggota masyarakat,
sehingga kejahatan yang ditangani oleh kepolisian juga turut bersifat
konvensional. Kedua, pandangan masyarakat cenderung melihat kejahatan korporasi
atau kejahatan kerah putih bukan sebagai hal-hal yang sangat berbahaya,dan juga
turut dipengaruhi. Ketiga, pandangan
serta landasan hukum menyangkut siapa yang diakui sebagai subjek hukum pidana
dalam hukum pidana Indonesia. Keempat,
tujuan dari pemidanaan kejahatan korporasi adalah lebih kepada agar adanya
perbaikan dan ganti rugi, berbeda dengan pemidanaan kejahatan lain yang
konvensional yang bertujuan untuk menangkap dan menghukum. Kelima, pengetahuan
aparat penegak hukum menyangkut kejahatan korporasi masih dinilai sangat minim,
sehingga terkadang terkesan enggan untuk menindaklanjutinya secara hukum. Keenam, kejahatan korporasi sering melibatkan
tokoh-tokoh masyarakat dengan status sosial yang tinggi. Hal ini dinilai dapat mempengaruhi proses
penegakan hukum.
Contoh Kejahatan
Koorporasi
Dikutip dari ANTARA News
Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur
melaporkan dua kejahatan korporasi terkait lingkungan dan sumber daya alam ke
Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Tahun ini kami melaporkan dua kejahatan korporasi di Kalimantan Timur ke KPK. Pada Juni 2013, kami melaporkan dugaan suap penerbitan izin tambang di Kota Samarinda," ungkap Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Jatam Kalimantan Timur, Merah Johansyah, di Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat.
Kejahatan korporasi terkait dugaan suap pada pemberian izin tambang itu lanjut dia, melibatkan dua mantan pejabat di Kota Samarinda.
"Ada dugaan suap pada penerbitan izin tambang itu, dengan bukti dua kwitansi penyerahan uang masing-masing senilai Rp2 miliar dari seorang pengusaha kepada mantan kepala Dinas Pertambangan dan kami mensinyalir uang tersebut mengalir kepada mantan wali kota," katanya.
"Dalam waktu dekat, kami juga akan melaporkan kejahatan korporasi lainnya yang juga terkait pada sektor pertambangan batu bara," ungkap Johansyah.
Berdasarkan catatan Jatam lanjut Merah Johansyah, terdapat sejumlah kasus kejahatan korporasi lain yang terjadi di sana.
"Tahun ini kami melaporkan dua kejahatan korporasi di Kalimantan Timur ke KPK. Pada Juni 2013, kami melaporkan dugaan suap penerbitan izin tambang di Kota Samarinda," ungkap Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Jatam Kalimantan Timur, Merah Johansyah, di Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat.
Kejahatan korporasi terkait dugaan suap pada pemberian izin tambang itu lanjut dia, melibatkan dua mantan pejabat di Kota Samarinda.
"Ada dugaan suap pada penerbitan izin tambang itu, dengan bukti dua kwitansi penyerahan uang masing-masing senilai Rp2 miliar dari seorang pengusaha kepada mantan kepala Dinas Pertambangan dan kami mensinyalir uang tersebut mengalir kepada mantan wali kota," katanya.
"Dalam waktu dekat, kami juga akan melaporkan kejahatan korporasi lainnya yang juga terkait pada sektor pertambangan batu bara," ungkap Johansyah.
Berdasarkan catatan Jatam lanjut Merah Johansyah, terdapat sejumlah kasus kejahatan korporasi lain yang terjadi di sana.
Di antaranya, kasus
pidana umum terkait pembantaian orangutan oleh perusahaan perkebunan kelapa
sawit, penyerobotan lahan oleh perusahaan tambang, kematian anak-anak pada
lubang tambang batu bara, serta tanggul jebl perusahaan tambang yang
menyebabkan rumah waraga rusak di Samarinda Seberang
Komentar
Komentar
saya pada kejahatan koorporasi diatas adalah sebaiknya penegakan keadilan atas
kasus penyuapan sejenis harus benar benar ditegaskan dengan hukuman yang setimpal. Kasus penyuapan telah banyak terjadi di Indonesia. Sekan telah menjadi
hal yang lumrah dan biasa, para pejabat lebih memilih jalan pintas untuk
mencapai sebuah tujuan (untuk memperoleh izin tambang seperti kasus
diatas). Masyarakat dan penegak hukum harus bekerja sama untuk menegakkan
keadilan di negeri ini, agar tidak ada pihak yang semena-mena melakukan
kejahatan koorporasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar