Minggu, 24 November 2013

Perusahaan yang Menerapkan Utilitarianisme

Utilitarianisme merujuk kepada idea atau fahaman etika normatif yang menilai sesuatu tindakan berasaskan tujuan untuk memaksimumkan tahap kegunaan, yang ditakrifkan sebagai peningkatan kebahagian dan pengurangan penderitaan. Utilitarianisme klasik sebagaiman yang diperjuangkan Jeremy Bentham dan John Stuart Mill berasaskan hedonisme.
Kini utilitarianisme secara amnya ditakrif sebagai sejenis unsur konsequentialisme, walaupun ketika Anscombe mula menggunakan terma tersebut untuk membezakan antara "utilitarianisme lama" dan konsequentialisme. Berdasarkan utilitarianisme nilai moral sesuatu tindakan hanya ditentukan melalui akibat atau kesan yang terhasil, walaupun terdapat pandangan berbeza tentang pertimbangan yang harus diutarakan pada kesan sebenar, kesan jangkaan dan kesan yang ditujukan. Dalam Cebisan sesebuah kerajaan (A Fragment on Government), Bentham berkata, "kebahagian untuk semua pada tahap tertinggi ialah ukur untuk menilai baik atau buruk" dan menghuraikan tarikfan ini sebagai axiom.
Dengan prinsip kegunaan dimaksudkan prinsip yang menjadikan kegunaan sebagai tolok ukur pokok untuk menilai dan mengambil keputusan apakah suatu tindakan itu secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Tindakan yang secara moral benar adalah tindakan yang berguna. Suatu tindakan dinilai berguna kalau akibat tindakan tersebut, secara keseluruhan, dengan memperhitungkan semua phak yang terlibat dan tanpa membezakan, membawa akibat baik berupa kegembiraan atau kebahagiaaan yang semakin besar bagi semakin banyak orang.
Utilitarianisme dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1784 – 1832). Dalam ajarannya Ultilitarianisme itu pada intinya adalah “ Bagaimana menilai baik atau buruknya kebijaksanaan sospol, ekonomi dan legal secara moral” (bagaimana menilai kebijakan public yang memberikan dampak baik bagi sebanyak mungkin orang secara moral).
Etika Ultilitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama – sama bersifat teologis. Artinya keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar pada baik atau buruknya suatu keputusan.

Keputusan Etis = Utilitarianisme
Keputusan Bisnis = Kebijakan Bisnis


Ada dua kemungkinan dalam menentukan kebijakaan publik yaitu kemungkinan diterima oleh sebagian kalangan atau menerima kutukan dari sekelompok orang atas ketidaksukaan atas kebijakan yang dibuat.
Bentham menemukan dasar yang paling objektif dalam menentukan kebijakan umum atau publik yaitu : apakah kebijakan atau suatu tindakan tertentu dapat memberikan manfaat atau hasil yang berguna atau bahkan sebaliknya memberi kerugian untuk orang – orang tertentu.

1.Kriteria dan Prinsip Utilitarianisme
Ada tiga kriteria objektif dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai kebijaksanaan atau tindakan.
a.Manfaat : bahwa kebijkaan atau tindakan tertentu dapat mandatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
b.Manfaat terbesar : sama halnya seperti yang di atas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam situasi yang lebih besar. Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
c.Pertanyaan mengenai menfaat : manfatnya untuk siapa? Saya, dia, mereka atau kita.
Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Dengan kata lain, kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil orang / kelompok tertentu.

Atas dasar ketiga Kriteria tersebut, etika Utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu :
1.Tindakan yang baik dan tepat secara moral
2.Tindakan yang bermanfaat besar
3.Manfaat yang paling besar untuk paling banyak orang.

Dari ketiga prinsip di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
“ bertindaklah sedemikian rupa, sehingga tindakan itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak orang mungkin”.
2.Nilai positif etika ultilitarinisme
Etika ultilitarinisme tidak memaksakn sesuatu yang asing pada kita. Etika ini justru mensistematisasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut penganutnya dilakukan oleh kita sehari–hari.

Etika ini sesungguhnya mengambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang secara rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup, khususnya dalam haal morl dn juga bisnis.

Nilai positif etika ultilitarinisme adalah
a.Rasionlitasnya. Prinsip moral yang diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak didasarakan pada aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami.
b.Universalitas. Mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang yang melakukan tindakan itu.
Dasar pemikirannya adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik bagi saya, yang baik juga bagi orang lain.
Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika ultilitarinisme mempunyai 2 daya tarik yaitu :
a.etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi moral semua manusia bahwa kesejahterahan manusi adalah yang paling pokok bagi etika dan moralitas

b.etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan manusia harus dipertimbangkan, dinilai dn diuji berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan manusia.

3.etika ultilitarinisme sebagai proses dan standar penilaian
Etika ultilitarinisme juga dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijakan yang telah dilakukan. Keriteria – keriteria di atas dipakai sebagai penilai untuk mengetahui apakah tindakan atau kebijakan itu baik atau tidk untuk dijalankan. Yang paling pokok adalah tindakan atau kebijakan yng telah terjadi berdasarkan akibat dan konsekuensinya yaitu sejauh mana ia menghasilkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.
4.Analisis keuntungan dan kerugian
Etika ultilitarinisme sangat cocok dipakai untuk membuat perencanaan dan evaluasi bagi tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan orang banyak. Dipakai secara sadar atau tidaak sadar dalam bidang ekonomi, social, politik yang menyangkut kepentinagan orang banyak.

5.Kelemahan etika ultilitarinisme
a.Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam praktiknya malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Kaarena manfaat manusia berbeda yang 1 dengan yanag lainnya.
 b.Persoalan klasik yang lebih filosofis adalag bahwa etika ultilitarinisme tidak pernaah menganggap serius suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai dari suatu tindakan sejauh kaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindaakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat

c. etika ultilitarinisme tidk pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang
 d. variable yang dinilai tidaak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu sulit mengukur dan membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variable yang ada.
e. Kesulitan dalam menentukan prioritas mana yang paling diutamakan.
f. Bahwa etika ultilitarinisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingn mayoritas. Yang artinya etika ultilitarinisme membenarkan penindasan dan ketidakadilan demi manfaat yang lebih bagi sekelompok orang.


6.Jalan keluar
Para filsuf yang menganut etika ultilitarianisme antara lain menaanggapi kritik tas kelemahan = kelemahan etika ini dengan membuat perbedaan antara ultilitarianisme aturan dan ultilitarianisme tindakan.
Itu berarti bukanlah suatu tindakan medapatkan manfaat terbesar bagi banyak orang tetapi yang pertama kali ditanyakan adalah apakah tindakan itu sesuai dengan aturan moral yang harus diikuti oleh semua orang. Jadi dalam hal ini suatu tindakan dapat dilakukan jika dapat memenhuni atau sesuai dengan aturan moral yang berlaku lalu dari situ baru kita dapat tentukan apakah tindakan tersebut dapat mendatangkan manfaat bagi sebesar mungkin orang.
Dengan cara ini kita bisa mempertimbangkan secaraa serius semua hak dan kepentingan semua pihak terkait secara sama tanpa memihak, termasuk hak dan kepentingan kita (contohnya perusahaan). Dengan demikiaan pada akhirnya kita bis sampai pada jalan keluar yang dapat dianggap paling maksimal menampung kepentingan semua pihak yang terkait dan memuaskan semua pihak, walaupun bukan yang paling sempurna.
Inti dari etika ultilitarianisme adalah harapan agar kebijaksanaan atau tindakan bisnis apa pun dan dari peusahaan manapun akan bermanfaat bagi semua pihak yang terkait yang berkepentingan, terutama dalam jangka panjang. Tetapi kalau ini tidak memungkinkan, dimana ada pihak yang dikorbankan.
Etika Utilitarianisme dalam Bisnis (Monopoli PT. PLN)

Etika Utilitarianisme adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal secara moral. Dalam etika  utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.
Utilitarianisme bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya pada masyarakat, jadi tindakan bisnis yang baik adalah bisnis yang  menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan menghasilkan kerugian. Proses bisnis agar selalu memperoleh keuntungan daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi juga mengenai aspek-aspek moral seperti mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis.
Tapi banyak kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang mengutamakan kepentingan masyarakat luas sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis.Contoh kasusnya seperti usaha PT. PLN.

Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, memiliki produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki. Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi PT. PLN sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak. Kejadian ini menyebabkan bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

PT. Perusahaan Listrik Negara Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional tetapi   dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata serta PT PLN yang melakukan monopoli sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PLN. Jadi menurut teori etika utilitaritas ini tidak etis dalam menjalankan kegiatan usaha bisnis.

SUMBER :

Rabu, 06 November 2013

Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Koorporasi

Kejahatan korporasi (corporate crime) merupakan  salah satu wacana yang timbul dengan semakin majunya kegiatan perekenomian dan teknologi. Corporate crime bukanlah barang baru, melainkan barang lama yang senantiasa berganti kemasan.  Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa perkembangan zaman serta kemajuan peradaban dan teknologi turut disertai dengan perkembangan tindak kejahatan berserta kompleksitasnya.   Di sisi lain, ketentuan Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia belum dapat menjangkaunya dan senantiasa ketinggalan untuk merumuskannya. Salah satu contohnya adalah Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) yang baru dikriminalisasi secara resmi pada tahun 2002.  Contoh lain adalah kejahatan dunia maya atau cyber crime yang sampai dengan saat ini pengaturannya masih mengundang tanda tanya.  Akibatnya, banyak bermunculan tindakan-tindakan atau kasus-kasus illegal, namun tidak dapat dikategorikan sebagai crime.

Black’s Law Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi atau corporate crime adalah any criminal offense committed by and hence chargeable to a corporation because of activities of its officers or employees (e.g., price fixing, toxic waste dumping), often referred to as “white collar crime.       
Kejahatan korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), sering juga disebut sebagai “kejahatan kerah putih”.

Sally. A. Simpson yang mengutip pendapat John Braithwaite menyatakan kejahatan korporasi adalah “conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law“.
Simpson menyatakan bahwa ada tiga ide pokok dari definisi Braithwaite mengenai kejahatan korporasi. 

Pertama, tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi.
Kedua, baik korporasi (sebagai “subyek hukum perorangan “legal persons“) dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan.  
Ketiga, motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional.

Kejahatan korporasi mungkin tidak terlalu sering kita sering dalam pemberitaan-pemberitaan kriminil di media. Aparat penegak hukum, seperti kepolisian juga pada umumnya lebih sering menindak aksi-aksi kejahatan konvensional yang secara nyata dan faktual terdapat dalam aktivitas sehari-hari masyarakat.  Ada beberapa beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini. Pertama, kejahatan-kejahatan yang dilaporkan oleh masyarakat hanyalah kejahatan-kejahatan konvensional.  Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas aparat kepolisian sebagian besar didasarkan atas laporan anggota masyarakat, sehingga kejahatan yang ditangani oleh kepolisian juga turut bersifat konvensional. Kedua, pandangan masyarakat cenderung melihat kejahatan korporasi atau kejahatan kerah putih bukan sebagai hal-hal yang sangat berbahaya,dan juga turut dipengaruhi. Ketiga,  pandangan serta landasan hukum menyangkut siapa yang diakui sebagai subjek hukum pidana dalam hukum pidana Indonesia.  Keempat, tujuan dari pemidanaan kejahatan korporasi adalah lebih kepada agar adanya perbaikan dan ganti rugi, berbeda dengan pemidanaan kejahatan lain yang konvensional yang bertujuan untuk menangkap dan menghukum. Kelima, pengetahuan aparat penegak hukum menyangkut kejahatan korporasi masih dinilai sangat minim, sehingga terkadang terkesan enggan untuk menindaklanjutinya secara hukum.  Keenam, kejahatan korporasi sering melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dengan status sosial yang tinggi.  Hal ini dinilai dapat mempengaruhi proses penegakan hukum.

Contoh Kejahatan Koorporasi

Dikutip dari ANTARA News
Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur melaporkan dua kejahatan korporasi terkait lingkungan dan sumber daya alam ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Tahun ini kami melaporkan dua kejahatan korporasi di Kalimantan Timur ke KPK. Pada Juni 2013, kami melaporkan dugaan suap penerbitan izin tambang di Kota Samarinda," ungkap Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Jatam Kalimantan Timur, Merah Johansyah, di Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat.

Kejahatan korporasi terkait dugaan suap pada pemberian izin tambang itu lanjut dia, melibatkan dua mantan pejabat di Kota Samarinda.

"Ada dugaan suap pada penerbitan izin tambang itu, dengan bukti dua kwitansi penyerahan uang masing-masing senilai Rp2 miliar dari seorang pengusaha kepada mantan kepala Dinas Pertambangan dan kami mensinyalir uang tersebut mengalir kepada mantan wali kota," katanya.

"Dalam waktu dekat, kami juga akan melaporkan kejahatan korporasi lainnya yang juga terkait pada sektor pertambangan batu bara," ungkap Johansyah.

Berdasarkan catatan Jatam lanjut Merah Johansyah, terdapat sejumlah kasus kejahatan korporasi lain yang terjadi di sana.

Di antaranya, kasus pidana umum terkait pembantaian orangutan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, penyerobotan lahan oleh perusahaan tambang, kematian anak-anak pada lubang tambang batu bara, serta tanggul jebl perusahaan tambang yang menyebabkan rumah waraga rusak di Samarinda Seberang

Komentar


Komentar saya pada kejahatan koorporasi diatas adalah sebaiknya penegakan keadilan atas kasus penyuapan sejenis harus benar benar ditegaskan dengan hukuman yang setimpal. Kasus penyuapan telah banyak terjadi di Indonesia. Sekan telah menjadi hal yang lumrah dan biasa, para pejabat lebih memilih jalan pintas untuk mencapai sebuah tujuan (untuk memperoleh izin tambang seperti kasus diatas). Masyarakat dan penegak hukum harus bekerja sama untuk menegakkan keadilan di negeri ini, agar tidak ada pihak yang semena-mena melakukan kejahatan koorporasi.